|
Doa, bisa menjadi sarana melepaskan amarah (Sumber gambar: pexels.com) |
Ada satu hal yang paling saya kawatirkan akhir-akhir ini. Tentang hubungan saya dengan Tuhan, dan tentang rasa kawatir jika kelak di hari perhitungan nanti, pahala saya akan habis karena hal tersebut.
Semua bermula ketika saya hendak memperpanjang masa kontrak rumah yang saya tempati. Di tahun kedua, harga sewanya naik 75%. Dan kami di ultimatum, jika tidak bersedia dengan harga sewa, silahkan angkat kaki.
Begitu kata tetangga yang mengurus sewa menyewa rumah kami.
Berhubung sudah terlanjur sayang, plus malas kalo pindah tapi status masih ngontrak juga, kami mencoba nego harga. Tentu masih melalui tetangga yang mengurus sewa rumah tersebut.
Note: mengurus tidak berarti memperhatikan jika ada kerusakan, atau bantu jagain rumah; mengurus yang saya maksud adalah menjadi perantara komunikasi kami dan pemilik rumah.
Hampir sebulan nego, tidak ada hasil yang memuaskan. Hingga kemudian, tetangga kami yang lain, membantu kami dengan memberikan nomor telepon Pemilik rumah.
Saat itulah akhirnya kami tahu, jika tetangga perantara tersebutlah yang menjadi biang utamanya.
Pemilik rumah sebetulnya tidak mau menaikkan harga, karena sadar rumahnya sudah tua, dan banyak baguan yang rusak disana-sini. Tapi karena tetangga perantara meyakinkan jika saat ini harga sewa rumah naik, akhirnya istri pemilik rumah setuju.
Alhamdulillah dengan nego pemilik rumah, harga sewa tidak jadi naik. Tapi hubungan saya dengan tetangga perantara memburuk, malah dapat disebut putus.
Jujur, saya merasa dibohongi. Mulutnya selalu manis di depan saya. Tapi memang ia memiliki kekurangan, suka menjual keburukan orang sebagai bahan obrolan.
Dan tentu, kasus saya pun kemudian menjadi bahan gosipan dia. Dia menuduh saya berjilbab tapi hati culas, suka memutuskan silahturahmi dan masih banyak lagi.
Jujur saya marah, lebih marah karena semua yang ia katakan kepada saya terbukti bohong belaka. Lebih parah lagi, dia berani mendatangi mertua saya di pasar, dan menjelek-jelekkan saya dan suami.
Tentu mertua malah marah. Tetangga saya tidak tahu, jika suami saya adalah anak yang paling mertua sayangi.
Kami yang awalnya sudah berniat berdamai, menjadi lebih kecewa; jika memang kami salah, kenapa malah melabrak mertua, tidak langsung kepada kami yang note bene rumahnya tidak jauh dari rumah dia.
Memaafkan dengan doa, demi terjaganya pahala
Hingga suatu hari, saya melihat ceramah pendek ustadz Basalamah di akun Instagram Pelangi Islam. Beliau mengingatkan agar kami berhati-hati tidak bergosip, juga punya masalah dengan sesama manusia. Kawatir, jika nanti semua pahala, kelak akan habis karena rasa tidak terima orang-orang yang kita dzalimi.
Disaat itulah, saya mulai sadar, semua kemarahan kami hanya akan sia-sia. Toh mungkin saya tidak sepenuhnya benar, dan dia juga tidak sepenuhnya salah. Akhirnya saya memilih mendoakan saja, tetangga perantara itu.
|
Doa, bisa jadi salah satu cara meredakan amarah (Sumber foto: pixabay.com) |
Karena tahu persis, ia melakukan semua perbuatan tersebut semata motif ekonomi, saya berdoa, semoga semua doanya dikabulkan, dimudahkan mencari penghidupan, serta menyelesaikan semua masalahnya.
Dengan cara ini, Alhamdulillah, beban amarah saya menjadi sedikit lebih ringan. Istilahnya, saya jadi lebih gampang move on.
Saya memilih untuk tidak terlalu memikirkan masalah rumah yang saya tempati ini, dengan lebih fokus pada hal-hal positif; produktif nulis, memperbanyak ibadah, serius mengembangkan diri dan masih banyak lagi.
Jujur, saya masih merasakan sedikit beban; karena sampai sekarang saya memilih tetap tidak bicara padanya. Tapi jika harus bicara dan ngobrol lagi, terus terang saya trauma.
Saya kawatir jika urusan rumah ini akan kembali seperti dulu. Plus saya merasa lebih nyaman seperti ini. Karena artinya, saya tidak perlu lagi menyediakan telinga, mendengarkan ceritanya tentang keburukan semua tetangga.
Menurut saya, tembok bekas cabutan paku, tidak akan pernah bisa mulus lagi seperti semula kan? Begitu juga dengan kasus saya. Saya memaafkan tapi tidak akan pernah melupakan. Jadi, mengambil jalan-jalan masing-masing, saya rasa adalah jalan yang terbaik.
Ya, semoga saja, pilihan saya ini tidak salah. 😊😊
Subhanallah, bener Mbak, semua pasti ada balasannya. Kalau kita mendoakan masih dianggap nggak baik ya sudah ๐
Betul mbak. Dan saya lebih mentep memilih jalan saya sekarang, setelah mendengar ceramah, jika tukang nggosip emmang sebaiknya dijauhi.
Masha Allah.. Saya hanya baca juga ikutan sebal deh ama tetangganya, tapi emang memaafkan lebih baik daripada memendam dendam.
Syukur-syukur kalau bisa melupakan, yang diingat jangan kelakuannya, cuman pelajaran saja jangan terlalu mempercayai orang lain ๐
iya mbak. sekarang saya juga lebih berhati-hati. Jangan sampai kejadian diatas terulang