“Ibu! Lihat! Aku bawa boneka untuk Risa!”
Ibu tersenyum kemudian berkata, “Lucu sekali. Mudah-mudahan Risa suka. Ibu antar ke kamarnya sekarang?” Bayu mengangguk senang. Ia pun melangkah mengikuti ibunya menuju kamar Risa, adik kembarannya yang tercinta.
“Risa, lihat apa yang Bayu bawa, sebuah boneka lucu untukmu,” kata ibu didepan pintu kamar Risa
Seorang gadis terlihat sedang duduk mengongkang kaki di pinggir jendela kamar itu. Topi yang bertengger di atas kepalanya ia kenakan terbalik ke belakang, mulutnya terlihat sedang mengunyah sesuatu. Ia sedang memandang ke luar kamar saat ibu dan Bayu sampai di depan pintu kamar Risa
“Risa, Risa lagi. Si bocah lembek, doyan nangis itu tak ada di sini! Ia sudah aku suruh pergi, muak aku mendengar keluh dan tangisnya itu!” ucapnya sembari melangkah lebar-lebar, memperlihatkan amarah, mendekati Bayu dan Ibu
“Pergi kalian. Pergi!” usirnya mendorong Ibu dan Bayu. Ibu jatuh terduduk dan kotak boneka di tangan Bayu terhempas ke bawah kaki gadis itu. Gadis itu menunduk mengambil kotak itu.
“Ha ha ha… Kau pikir sebuah boneka dapat membuat Risa-mu kembali? Kau bodoh, kalian berdua orang dewasa bodoh. Nyawa, hanya nyawa lelaki itu yang bisa mengembalikan Risa! Bawa mayat laki-laki itu kesini dan akan aku bawa Risa mu lagi!” ucap gadis itu dingin sambil membanting pintu. Bayu bisa melihat dengan jelas sorot kekejian di mata gadis yang sampai detik ini, ia kenal sebagai adik kembarnya.
Ibu segera memburu ke pintu kamar Risa, begitu melihat pintu itu tertutup lagi,” Risa, nyebut, Sayang, nyebut. Kamu itu Risa, Nak. Tolong buka, pintu Anakku…,” ucap Ibu membujuk meski sambil terisak menangis.
Bayu yang berdiri di belakang Ibu geram. Tidak sekali dua Risa menyebut dirinya sebagai orang lain. Kadang ia mengaku sebagai Anton, sosok yang saat ini ada di kamar; seorang bocah broken home yang sekarang menjadi preman di pasar. Kadang mereka menemui Nova, gadis cantik yang pandai memasak, anggun, tapi sama kejamnya dengan Anton jika sudah terluka. Masih ada lagi Nicholas, Serena, Luthfi dan entah siapa lagi. Dan mereka selalu bilang, Risa pergi, Risa tidur, Risa sedang stress dan sebagainya, dan sebagainya.
Bayu bingung, ia tidak mengerti entah apa yang terjadi pada Risa. Ia hanya ingin Risa pulang. Semua gara-gara lelaki itu! Ya, lelaki yang sudah mereka kenal sebagai adik ayahnya, pengayom mereka setelah ayah tiada, namun tega merenggut masa depan Risa. Baik, aku akan bawa dia kemari, batin Bayu. Apa pun itu resikonya.
Bergegas ia menuruni tangga dan menuju ke ruang kerja ayah mereka dulu di lantai bawah. Sepucuk pistol ia keluarkan dari laci di bawah meja itu. Lima selongsong peluru segera mengisi badan si mungil yang mematikan itu. Setelah itu ia segera berjalan keluar. Sejenak ia berhenti dan mendongak ke lantai atas, ibunya masih ada di sana, masih membujuk Risa, atau Anton, atau entah siapa sekarang yang ada di sana. sedetik kemudian ia segera berlari keluar rumah. Tujuannya hanya satu, rutan di mana adik lelaki ayahnya itu di tahan.
Ibu yang melihat kelebat Bayu keluar dari rumah segera berhenti membujuk Risa saat tanpa sengaja ia melihat bayangan sepucuk pistol di balik kaos putih Bayu. Tergopoh ia lari menuruni tangga dan mengejar Bayu keluar.
“Bayu, kembali, nak, Bayu! Bayu!” teriak Ibu kalut.
Bayu menengok sebentar. Namun kemudian berlari lagi. Ia sudah bertekat untuk menyudahi duka Risa hari ini. ku hanya ingin Risa kembali, Ibu. Maafkan aku, andai doa tak bisa kau berikan untuk keselamatanku…