branding salah satu alasan saya masih akan terus ngeblog
freelancer - me as A Blogger

Apakah Masih akan Terus Ngeblog Setelah Muncul SGE? Sebuah Refleksi Perjalanan Ngeblog 10 Tahun

Pagi ini, saya baru saja selesai membayar hosting dan domain untuk dua buah blog, – rahayupawitriblog.com dan emakdigital.com. Sejujurnya, ini bukanlah biaya yang murah bagi saya. Hal ini mengingatkan saya pada pertanyaan teman beberapa waktu lalu; “Apakah ngeblog itu masih worth it? Masih mau ngeblog, Mbak, setelah munculnya SGE?” πŸ˜•

Pertanyaan itu membuat saya kembali merenung; apa tujuan saya ngeblog? Dan apakah saya masih akan terus ngeblog saat hampir semua hal dijawab oleh AI?

PS. Oya, pembaca RPB yang belum tahu tentang SGE bisa membaca sedikit ulasannya di tautan berikut “Trafik Blog Menurun, Mungkinkah SGE Penyebabnya?

Refleksi perjalanan ngeblog

Saya menulis artikel ini sebagai pengingat sekaligus refleksi, apakah pilihan saya meneruskan domain dan self-hosting kedua blog saya tersebut adalah keputusan yang tepat.

Saya membagi refleksi ini ke dalam lima bagian; alasan awal ngeblog, kategori artikel yang saya tulis, alasan pindah ke domain dan hosting pribadi , apa yang sudah saya dapatkan dari blog, serta keputusan apakah masih akan terus ngeblog.

Refleksi #1. Tujuan awal ngeblog

Jika dulu ada yang bertanya tentang tujuan saya ngeblog, jawaban saya hanya satu, “untuk mendapatkan penghasilan.”

Ya, tujuan awal saya membangun blog, sebetulnya untuk mengumpulkan contoh tulisan yang perlu saya lampirkan saat mengajukan bid untuk job content writing.

Saat itu, saya masih belum terlalu paham dunia digital. saya bahkan takut menggunakan Google Drive karena khawatir boros kuota internet, dan kumpulan tulisan saya memakan terlalu banyak ruang penyimpanan, yang akhirnya menambah biaya operasional.

Alasan itulah yang membuat saya memutuskan untuk menggunakan blog sebagai sarana untuk mengumpulkan tulisan. Menurut saya, membuat blog akan membantu mengurangi biaya operasional, karena tulisan-tulisan saya tersimpan di sebuah situs.

Ada banyak hal baru yang saya temukan setelah mulai membangun blog. Saya mulai belajar tentang platform blog seperti Blogspot (sekarang Blogger), WordPress, Wix, dan Tumblr. Karena saya masih baru dalam dunia kepenulisan digital, saya juga mengikuti kursus “Writing for the Web” yang diadakan oleh pemerintah Australia melalui Open2Study.

Saya selalu ingin blog saya terlihat menarik, saya pun mengikuti kelas desain blog yang diadakan oleh mbak Mira Julia. Dari sanalah saya mulai mengenal dasar-dasar HTML dan W3School, tempat belajar coding dengan basis html.

Ya, saya nyaris melupakan tujuan awal saya untuk menggunakan blog sebagai portfolio kepenulisan konten. Tapi hal tersebut memang tak bisa dihindari. Saat kita berkomitmen untuk mulai menggunakan blog sebagai media display, kita perlu mampu memilih platform yang hendak digunakan sebagai media. Kemudian mengusahakan agar pembaca atau calon klien mudah menemukan tulisan kita, hingga bagaimana tulisan tersebut hendak disajikan pada interface blog. Teman-teman tentu lebih suka membaca artikel yang rapi dan disajikan dengan baik, dibanding artikel yang berantakan bukan?

Hal-hal yang baru saya sebutkan di atas memang tidak harus dikuasai saat awal ngeblog, tapi seiring dengan jam terbang ngeblog yang meningkat, tidak ada salahnya jika kita mampu menyajikan tulisan dengan baik untuk pembaca.

Seiring waktu, saya menyadari bahwa blog bukan hanya sekedar portfolio tulisan, tetapi juga alat untuk menunjukkan keterampilan teknis saya. Saat itu, sebagian besar klien meminta content writernya mengirimkan tulisan dalam format Google Docs atau Microsoft word, yang kemudia mereka unggah sendiri ke blog. Di waktu itu, penulis konten yang juga menguasai CMS memang masih sedikit. Sehingga jika ada penulis konten yang bisa memahami CMS apalagi HTML, keterampilan tersebut akan menjadi nilai plus di mata calon klien.

Dan karena keterampilan lebih itulah, akhirnya saya diterima sebagai kontributor tetap di Asian Parent Indonesia dan UangTeman.

Alhamdulillah, tujuan saya mulai ngeblog, akhirnya tercapai; mendapatkan pekerjaan menulis konten, dengan menggunakan blog sebagai portfolio.

Branding, berbagi pengetahuan atau mengikat makna adalah beberapa alasan saya masih akan terus ngeblog meski ada SGE

Refleksi #2. Kategori artikel

Dulu saya pernah ditegur oleh salah seorang teman blogger, menurutnya, kategori pada blog saya itu berubah terus, dan ini bisa membuat Google “pusing” menentukan atau mengidentifikasi blog saya. Bahasa sederhanya, blog saya ga SEO friendly. πŸ˜€

Saat itu pengetahuan SEO saya memang belum banyak (sekarang pun masih belum banyak, sih πŸ˜€ ), dan teguran teman tersebut mendorong saya mencari tahu dampak perubahan kategori blog pada SEO dan branding.

Saya menemukan jika kategori blog berkaitan erat dengan SEO. Perubahan kategori yang terlalu sering membuat Google kesulitan memahami fokus utama blog. Hasilnya blog mungkin akan lebih sulit muncul di pencarian karena tidak dianggap sebagai otoritas dalam topik tertentu.

Selain berdampak pada SEO, perubahan kategori yang terlalu sering juga bisa membingungkan pembaca terkait branding sebuah blog.

Tapi ya, begitulah, kategori pada blog saya sebetulnya mewakili topik-topik yang sedang saya pelajari atau sedang saya perhatikan dengan lebih intensif. Bagi saya, selain untuk portfolio, blog juga bisa menjadi sarana “mengikat makna” pelajaran atau insight yang saya peroleh saat belajar. Karena itulah mengapa kategori pada blog saya terus berubah.

Di buku Master Content Marketing, Pamela Wilson juga menjelaskan, kategori blog bisa saja berkembang seiring berjalannya waktu. Di awal membangun blog, seorang Blogger biasanya masih mencari tahu topik yang ingin ditulis dan disajikan untuk pembaca. Tapi dengan mengamati trafik, atau juga branding si Blogger, maka kategori pada sebuah blog dapat saja berkembang dan berubah.

Saat pertama kali saya membangun blog ini, putri saya masih kecil, dan karena banyak memperhatikan artikel parenting dan kesehatan keluarga, saya banyak menulis artikel dengan kedua topik tersebut. Bahkan sampai sekarang, kategori tersebut masih menjadi salah satu kategori utama di blog ini.

Branding dan belajar, alasan masih akan terus ngeblog meski ada SGE

Kemudian ketika lebih banyak memperhatikan kesehatan dan keuangan pribadi, kategori artikel saya pun bertambah dengan tema-tema menjaga kesehatan pribadi sebagai seorang ibu pekerja dari rumah, dan manajemen keuangan yang tepat bagi seorang freelancer. Topik tersebut saya pilih karena bagi seorang freelancer, kesehatan dan manajemen diri (termasuk di dalamnya adalah manajemen keuangan) adalah termasuk dalam modal utama.

Begitu juga saat saya mulai menyadari bahwa saya sering mengalami prokrastinasi (perilaku yang menunjukkan kebiasaan untuk menunda pekerjaan), maka topik saya bertambah dengan tips-tips produktif, manajemen waktu, hingga mindfulness.

Saat semalam saya membaca ulang kategori-kategori artikel di blog ini, saya menyadari bahwa selama lebih dari 10 tahun, banyak sekali hal yang sudah saya pelajari. Semua pelajaran dan pengalaman tersebut tidak hanya membantu saya tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik, luwes melebur dalam bergaul, serta membuka peluang ke banyak hal-hal baru.

Sepertinya, inilah salah satu alasan saya masih tetap menulis di blog hingga sekarang. Blog ini bukan sekedar catatan, tapi juga perjalanan saya dalam memahami banyak hal.

Refleksi #3. Alasan pindah ke domain dan hosting pribadi

Saya mulai membangun blog ini dengan nama hidupdiseputarku.blogspot.com di tahun 2013. Masih menggunakan blog gratisan yang nginduk di cloudnya Google. Seperti yang saya ceritakan di atas, saat itu saya baru mulai kerja freelance, jadi harus menekan biaya operasional sekecil mungkin.

Belakangan, saat saya sering ngumpul dengan teman-teman yang sudah terlebih dahulu terjun sebagai blogger, saya akhirnya tahu jika saya juga mendapatkan penghasilan dari blog. Tapi syaratnya, blog saya harus memiliki domain pribadi (.com, .net, .id, dan lainnya) bukan blog PBN (blog yang belakangnya masih menggunakan .blogspot, .wordpress, atau .wix)

Namun, saya tidak langsung membeli domain. Alasannya sederhana, penghasilan dari menulis konten masih saya prioritaskan untuk kebutuhan keluarga.

Meskipun begitu, sejak memiliki niat mendapatkan penghasilan dari blog, saya mulai menabung untuk membeli domain pribadi. Alhamdulillah keinginan tersebut terwujud di akhir tahun 2015. Blog saya yang semula bernama hidupdiseputarku.blogspot.com kini menjadi rahayupawitriblog.com.

blog emakdigital, blog digital marekting dan entrepreneurship
emakdigital.com, blog tempat saya sharing digital marketing dan entrepreneurship

Pengubahan domain membuat saya semakin rajin ngeblog. Karena job content placement, backlink, atau pun review, biasanya hanya bisa diperoleh jika blog memenuhi standar statistik tertentu. Perlahan, Alhamdulillah, saya pun mulai mendapatkan penghasilan dari blog, baik dari ketiga kategori job di atas, atau pun afiliate.

Sejak sering bekerja dengan wordpress di platform klien, saya ingin banget bisa punya blog yang menggunakan paltform WrodPress self-host. Selain ingin mencoba praktik SEO, saya juga ingin lebih bebas mengekspresikan desain blog saya.

Sayangnya, platform WordPress self-host tidak murah, selain harus membayar domain, saya juga perlu membayar biaya self-hosting yang harganya bisa sampai Rp200-300 ribu per tahunnya (yang bisa saja makin naik saat pengunjung blog semakin banyak).

Alhamdulillah, dengan bantuan mbak Widi Utami, pemilik blog widitutami.com, saya bisa mulai memiliki blog self-host dengan nama emakdigital.com.

Saya sengaja memilih tidak mengubah blog ini ke platform WP dulu, karena tujuan membuat blog baru tersebut ingin merapikan kategori blog saya. Blog emakdigital.com saya gunakan sebagai sarana berbagi tips digital marketing dan enterprenuership. Menurut saya, kategori parenting dan digital marketing “terlalu jauh” benang merahnya jika harus ada dalam satu blog.

Alhamdulillah, di tahun 2023 saya juga mampu memindahkan blog RPB ke self-hosting WP. Saya tidak kuat dengan godaan Gutterberg, dan kemudahan kustomisasi tampilan desain artikel. πŸ˜€ Jadi, ya, colek mbak Widut lagi, dan voila! RPB berada di “rumah pribadi” sekarang. πŸ™‚

Kocaknya, begitu saya pindah ke platform WP yang lebih costly ini, saya malah mulai sibuk dengan pekerjaan konten, sehingga malah jarang update. Terlebih di tahun 2024, saat almarhum suami mulai sering sakit, jangankan untuk ngeblog, pekerjaan menulis konten sampai keteteran.

Sungguh, saya merasa bersalah, seolah saya membuang biaya. Saya coba menghibur diri dengan menanam keyakinan, jika tidak seorangpun yang bisa mengetahui masa depan. Keputusan saya di momen itu (berpindah ke WP) mungkin baik dan tepat, tapi karena banyak hal tak terduga di luar kendali, maka fokus saya seharusnya tidak pada rasa bersalah, melainkan pada menemukan cara agar blog bisa menghasilkan revenue kembali.

Kini di tahun 2025, setelah kewalahan mengatur waktu untuk update blog, konten media sosial, dan pekerjaan content writing, saya mulai mempertimbangkan kembali: apakah saya perlu kembali ke platform Blogger?.

Saat ini mendapatkan penghasilan dari blog sudah tidak seperti dulu lagi, selain lebih sepi, rate dari setiap content placement atau backlink semakin kecil. Tidak sebanding dengan effort dan biaya yang harus dikeluarkan untuk maintenance dan update konten. πŸ™

Keputusannya apa? Nanti akan saya jawab di akhir postingan ini. Jadi, terus membaca sampai bawah, ya.

Refeleksi #4. Apa yang sudah saya dapat dari blog

Wah, ini part yang paling membahagiakan. πŸ˜€

Jika ditanya apa yang saya peroleh dari aktivitas ngeblog, maka jawaban saya pertama kali adalah pekerjaan. Saat mengajukan bid sebagai kontibutor konten di Asian Parent Indonesia dan UangTeman, saya menggunakan blog ini sebagai portfolio. Meskipun menulis pada blog pribadi dan media daring gaya bahasanya berbeda, tapi saya bersyukur, karena konten-konten dalam blog ini ternyata bisa memberikan gambaran gaya kepenulisan saya pada klien.

Dari pekerjaan sebagai kontributor itulah, saya bisa membiayai keperluan ibu dan bapak di kampung, membantu memenuhi kebutuhan sekolah Hana, dan membeli laptop pertama saya ASUS X453M. Bangga sekali rasanya bisa membeli laptop dari pekerjaan menulis.

Dan dari si Cantik Ungu X453M tersebut, saya juga bisa membeli ASUS A416KA, yang saya beri nama Cutee Silver. πŸ˜€ Saya memilih laptop produksi ASUS karena ketahananya yang telah teruji militer grade, yaitu MIL-STD 810H US military-grade. Pengujian ini dilakukan untuk memastikan keandalan dan daya tahan laptop ASUS. Contohnya saja, laptop pertama saya, ASUS X453M itu. Saya membeli laptop tersebut di akhir tahun 2014. Dan sampai sekarang, tahun 2025 laptop tersebut masih berfungsi dengan baik.

Branding, alasan saya masih akan ngeblog
My lovely duo, ASUS X453M dan ASUS A416KA, modal kerja konten dan ngeblog

Perjalanan si Ungu X453M ini sangat banyak, ia sudah pernah tidur di rumah sakit menunggu ibu yang operasi, kehujanan bareng saat pulang event blogger, pulang-pergi kampung puluhan kali, sampai bergaya cantik di berbagai perpustakaan di Jakarta. And she just fine, perfectly fine. πŸ™‚ Karenanya, meskipun saat ini si Ungu hanya berperan sebagai tambahan saat saya membuat laporan sosmed atau blog milik klien, saya tetep sayang banget padanya. Saya malah berencana ingin mengupgrade RAM-nya agar bisa berfungsi seperti dulu lagi (si X453M ini RAM-nya masih 2GB dan seri Windowsnya adalah windows 8).

Tidak hanya memberikan produk yang terbaik, ASUS juga memberikan dukungan terhadap perjalanan komunitas blogger di Indonesia dengan mengadakan berbagai event online maupun offline sejak tahun 2015.Β Saya mengetahui perihal kualitas produk dan inovasi ASUS juga setelah beberapa kali mengikuti event sharing ASUS bersama Blogger. Dalam sebuah webinar bersama komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis pada saat launching produk Zenfone, salah seorang marketing ASUS pernah berkata, jika mereka sangat open dengan masukan dari pengguna. Representatif ASUS tersebut berkata ASUS adalah brand yang kompetitif, jadi mereka akan menyambut hangat masukan pengguna, jika memang akan membuat ASUS lebih baik.

Oke, sekarang back to topik pendapatan ngeblog, ya. πŸ˜€

Selain pekerjaan dan laptop, saya juga bisa membangun branding sebagai penulis konten melalui blog rahayupawitriblog.com dan emakdigital.com.

Perjalanan ngeblog selama 10 tahun tentu juga menghasilkan pendapatan yang tidak sedikit. Dan saat menulis refleksi ini, saya baru sadar jika saya tidak punya catatan khusus terkait pendapatan saya selama ngeblog. πŸ™ Insya Allah, mulai tahun ini saya akan membuat catatan pengeluaran dan pendapatan dari blog, sekedar sebagai motivasi eksternal, pemantik semangat ngeblog.

Jika dirunut ulang, selain dari content placement dan reviu, saya juga banyak mendapat hadiah dari lomba atau pun event blogger, misalnya:

  1. Juara ketiga lomba Allianz
  2. Juara harapan Ancol Dufan
  3. Juara harapan dari Bijak Mengelola Keuangan bersama Sun Life
  4. Menang voucher saat event Uricran dan Blogger Perempuan
  5. Menjadi finalis dalam Blog Competition BI Netifest, dan masih banyak, banyak, banyak lainnya

Namun selain dari materi, hal yang lebih meaningful bagi saya dari aktivitas ngeblog selama ini adalah koneksi, ilmu, dan pengalaman yang mungkin tidak pernah saya bayangkan sebelumya. Misalnya, dengan ikut event blogger, saya jadi tahu jika alergi yang saya idap selama ini terjadi karena perncernaan saya yang kurang sehat. Di salah satu event Blogger bersama Nestle, saya bertemu dengan ahli probiotik dan punya kesempatan ngobrol dalam bahasa Inggris saat mewancarai sang Professor. Sepele memang, tapi sungguh, tanpa pernah menjadi Blogger, mungkin saya tidak akan pernah punya pengalaman seperti itu.

Refleksi #5. Jadi, apakah saya masih akan terus ngeblog?

Setidaknya selama setahun ke depan saya masih akan ngeblog. Lha, kan sudah bayar domain dan hosting, to? Sayang kalau dianggurin begitu saja. Tapi sebagai freelancer, justru saya yang paling butuh blog sebagai alat branding.

Media sosial memang bisa digunakan untuk branding. Tapi kalau bicara soal keahlian, calon klien tidak mungkin scroll jauh ke bawah hanya untuk memastikan apakah saya punya kualifikasi yang mereka butuhkan. Beda dengan blog, artikel saya bisa langsung menunjukkan keahlian saya. Mereka cukup mencari lewat kategori atau mengetik kata kunci pada menu pencarian.

Alasan lainnya, saya punya mimpi menjadi seorang content marketer. πŸ˜‰ Ini artinya, saya butuh belajar SEO, Ads, strategi afiliasi, marketing, dan lain sebagainya. Tentu saja, saya butuh blog untuk melakukan semua itu.

Saya tidak tahu apa yang akan saya tulis dalam refleksi sepuluh tahun ke depan. Tapi saya berharap, blog tetap menjadi pijakan saya, entah sebagai content marketer atau bahkan profesi lainnya (profesi “lainnya” ini masih rahasia, ya :D)

A wrap-up

Wah, refleksi yang panjang juga, ya! Perjalanan lebih dari 10 tahun, lho! Semoga teman-teman pembaca RPB mendapatkan insight berharga dari cerita iniβ€”baik untuk terus ngeblog atau justru mulai ngeblog.

Semoga cerita ini juga menunjukkan bahwa profesi ini butuh dedikasi tinggi dan rasa cinta yang besar agar bisa terus bertahan sesuai tujuan awal.

Thank you for dropping by, see you in other “curhat” articles.

Artikel ini disertakan pada lomba Blog 2015 ke 2025 Perjalanan Ngeblogku yang diadakan oleh Gandjel Rel

One comment on “Apakah Masih akan Terus Ngeblog Setelah Muncul SGE? Sebuah Refleksi Perjalanan Ngeblog 10 Tahun

  1. Tujuan saya juga untuk mendapatkan penghasilan, tapi masih harus banyak belajar karena tidak ada background menulis dan hanya berawal dari senang membaca dan curhat di diary. Mudah-mudahan bisa terus berkembang seperti blog ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *