Mampu Memaafkan Masa Lalu, Hadiah Indah dari Allah di Usia 40 tahun

memaafkan_masa_lalu

Weekend….!

Hari terakhir di Parakan, untuk liburan tahun ini. Sedih, sih, soale betah disini, Enggak cuma karena ada Bapak-Ibu, tapi juga banyak hal positif disini yang saya suka. Dan tiap tahun, kota ini bikin saya makin pengen tinggal disini.

However, life must go on, wayahe kembali ke aktivitas, dan Hana juga harus sekolah.

Bagi saya, lebaran Ramadhan dan Lebaran tahun ini amazing banget. Nggak cuma karena punya kesempatan jalan-jalan ke banyak tempat, tapi juga karena ada banyak kenangan, ilmu dan upgrade diri yang saya peroleh di tahun ini. Tepat saat usia saya akan genap 40 tahun.

Jika tidak kebijaksanaan, apa lagi yang engkau harapkan di usia 40 tahun?

Ketika Ramadhan kemarin, saya sempat down, tapi tidak berapa lama, Allah juga mendatangkan solusi; baik melalui pekerjaan juga kelas belajar yang saya ikuti.

Seperti yang saya ceritakan di post “Bully Masa Lalu yang Mengganggu“, saya begitu terpuruk dan marah saat “dibawa” kembali pada kenangan tidak menyenangkan masa SMP.

Herannya, di saat yang sama, saya juga masih bisa “menyisihkan” pikiran untuk nge-blog (artikel “Bully” itu hasilnya), menyelesaikan project review, juga mengerjakan pekerjaan rumah.

Saya bingung, heran, “apakah saya berkepribadian ganda” atau lebih buruk lagi, “The Queen of Drama“?

Penasaran, saya akhirnya nyolek dedek Awin, kawan Blogger yang sarjana psikologi. Saya minta dek Awin untuk membaca tulisan saya kemarin.

Menurutnya saya, tidak ada kecenderungan berkepribadian ganda (“Butuh tes macam-macam untuk itu, mbak,” katanya), atau mencoba menjadi Queen of Drama, hanya kejadian masa lalau telah membuat saya trauma.

Meskipun begitu, saya harus belajar untuk memaafkan, agar ketika trigger kembali datang, saya tidak jatuh terpuruk lagi.

Nah, ini bagian tersulitnya, memaafkan masa lalu bukanlah hal yang mudah. Ya, ada banyak teknik di luar sana, tapi sampai saat ini saya masih belum mampu melakukannya.

“Menjadi bersih”, membantu saya sembuh dari masa lalu

Alhamdulillahnya, di saat terpuruk, Allah mendatangkan jawaban. Saya mendapat pekerjaan review situs Numerology. Sebuah situs yang menganalisa kepribadian seseorang melalui pembacaan nama dan tanggal lahir. Yah, memang terdengar seperti ramalan, namun ketika membaca hasilnya, saya sedikit banyak bisa mengetahui apa yang menjadi penyebab saya begitu susah memaafkan masa lalu.

Di waktu yang sama, saya juga mengikuti kelas produktivitas, kelas yang mengajarkan untuk fokus, dengan mindfullness, –hadir dengan seluruh keberadaan diri juga pikiran pada saat ini-, agar pekerjaan kita cepat selesai dan dengan hasil yang memuaskan.

Tidak tahu bagaimana melakukan “hadir seutuhnya”, saya mencoba mengikuti dan membuka tulisan Adjie Silorus, sayang saya masih tidak menemukan jawaban, sekaligus belum mampu memaafkan.

Hingga project review kedua saya datang. Kali ini saya memilih review teknik Ho’oponopono, sebuah teknik penyembuhan kuno dari Hawai.

Teknik yang membantu saya untuk membersihkan “memori” atau ingatan yang seringkali mengganggu hidup kita untuk maju dan menjadi bahagia.

Saya baru mengikuti video ketiga saat tulisan ini di publikasi, dan saya sungguh bersyukur, karena akhirnya saya mengetahui dasar dari “tidak bisa memaafkan” dan kemudian bagaimana mengatasinya.

Memahami awal muasal pikiran dan memori, dan membersihkannya, membantu saya sembuh dari masa lalu

Saat sebelum lahir, sebenarnyalah pikiran kita semua bersih, tidak ada yang baik dan buruk. Ketika kemudian kita tumbuh, dan belajar, kita akhirnya mendapat inspirasi. Dari inspirasi itulah kemudian kita menilai segala sesuatu dengan baik dan buruk. Penilaian ini kemudian meninggalkan hal baru yang akan kita sebut dengan “memori”.

Ketika kita mendengar cerita, kita menilai, kita memasukkan sebuah memori pada pikiran, menurut Sahabat, apa yang akan terjadi pada sisi pikiran kita?

Ya, akan mulai muncul-muncul titik memori baru seperti GIF diatas.

Tapi apakah penilaian itu juga terjadi pada orang lain, teman-teman saya, guru saya yang memanggil PAWIT? Tentu tidak! Persepsi atau penilaian itu hanya terjadi pada SAYA. Bukan pada siapa pun juga. Karena itu, hanya sayalah yang bisa menyelesaikan trauma itu, bukan permintaan maaf dari guru saya, bukan karena kawan-kawan yang menghormati dan menahan diri untuk tidak memanggil saya PAWIT, dan seterusnya.

Dari titik itu, hati dan pikiran saya mulai terbuka. Setiap kali pikiran buruk itu datang, saya akan berkata,

I’ll get clean on that, saya akan bersihkan memori itu, Astagfirullahaladzhim, I am sorry, please forgive me, I love you, and thank you. 

Tidak hanya pada saat pikiran tentang hal traumatik sebetulnya, saya juga mencoba untuk menggunakannya, ketika menemui hal-hal buruk yang terjadi, peristiwa, berita, atau apapun yang terjadi pada saya.

Saya melakukannya, karena membuat saya “bisa hadir pada saat ini”, tidak terlalu mengkhawatirkan masa yang akan datang (juga masa lalu).

Hal ini membuat saya lebih terbuka pada pikiran baru, kesempatan baru, lebih tenang, dan yang pasti, mulai memaafkan dan melupakan bully masa lalu saya.

Toh, memori buruk itu, kalau “tidak dibersihkan” mau buat apa, sih? Hidup saya maju ke depan, tidak mundur ke belakang kan?

Begitulah, saya lebih ringan sekarang, hidup juga lebih indah, dan saya mejadi lebih terbuka untuk inspirasi baru. Benar-benar sebuah hadiah indah dari Allah, bukan?

Kamu juga sedang berusaha memaafkan masa lalu, kawan? Mungkin kau perlu coba cara saya.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *