Cerita Hikmah: Pelajaran dari Gigi

Dua hari saya mendapat cerita hikmah tentang keberadaan “gigi”. Gigi yang saya maksud, bukanlah grup band “Gigi” milik Armand Maulana CS. Ini adalah gigi dalam arti nyata, salah satu alat pencernaan mekanik pada manusia.

Cerita hikmah: Gigi, anggota tubuh yang kecil namun ternyata mahal harganya (pic. source BING.com)

Dua hari yang lalu adik ipar main ke rumah. Seperti biasa kami ngobrol sambil masak. Cerita akhinya sampai pada saat giginya tanggal akibat terjatuh saat ia kelas 6 SD dulu.

Berbulan-bulan ditunggu, ternyata si Gigi tak kunjung nongol juga, akhirnya mau tak mau dia pun terpaksa mengenakan gigi palsu. Sayangnya, beberapa bulan lalu, gigi tersebut rusak dan harus diganti.

Karena malu, selama hampir dua minggu, dia tidak berani membuka mulut.

“Aduh, mbak. rasanya., tersiksa bangeett. Apalagi waktu si Abang pada ngledekin. Ih, sebel, deh! Sehari tu, mbak, rasanya setahun!”

Ketika akhirnya pergi ke dokter, ia pun harus merogoh kocek hampir Rp 1juta lebih untuk membayar satu buah gigi. Ya, hanya satu buah gigi.

Wow, sebuah harga yang sangat fantatis menurut saya. Bayangkan, sandainya ke-28 gigi kita harus diganti; itu berati kita harus membayar Rp 28juta, hanya agar kita bisa makan dengan baik.
Sebuah harga yang hampir setara dengan uang muka sebuah rumah KPR sekarang. Ck, ck, ck, padahal kita dapat dengan gratis ya, selama ini.

Cerita hikmah gigi yang kedua adalah cerita gigi Hana.
Saat kami berdua asik bercanda, tanpa sengaja dagu Hana terantuk lantai, hingga menyebabkan salah satu gigi bagian bawahnya goyang. Meskipun ini adalah yang keempat kalinya giginya goyang, entah mengapa kali ini ia merasa sangat kesakitan.

Makan jadi susah; sekedar membuka mulut untuk bicara pun ia enggan. Bila menginginkan sesuatu, ia akan menuliskannya pada white board dan menunjukkan pada saya. Sesuatu yang enggak banget, truly can make me crazy!

Pasalnya meski sudah pandai membaca kata, tapi Hana belumlah pandai menuliskan kata kembali. Seperti saat menulis “besok”, yang ia tulis hanya “bos”; menulis “memang” hanya “ma”,menulis “jabut” menjadi “sabut”.

Keselnya lagi, kalo saya salah baca, ia akan marah-marah. Aduh, stresnya… pokoknya kalo tembok bisa digaruk dan berubah jadi kinclong, pasti deh saya garuk (#ganyambungbanget).

Ga tahan dengan segala kerumitan itu, akhirnya pas Hana ketiduran, saya senggol saja giginya. Dan…lepaslah saudara-saudara!
Ketika ia bangun, dan sadar giginya sudah copot, suasana pun kembali normal, tidak ada marah-marah lagi. Wah, benar-benar sebuah gigi bisa membuat pemiliknya jungkir balik setengah mati.

Begitulah, dua cerita gigi diatas kemudian memberikan saya hikmah. Betapa sesungguhnya setiap inchi tubuh kita penuh dengan karunia dari Sang Pencipta. Gigi saja sudah 28 juta, apalagi tangan, kaki, mata, organ-organ tubuh bagian dalam, dan tentu saja, ruh yang membuat kita semua bergerak. Allahu Akbar, sungguh Allah adalah Maha Besar!

Mengingat kenyataan tersebut, sekarang saya menjadi lebih berhati-hati dalam bertindak, kawatir bila kemudian akan melanggar aturan-aturanNya. Memang benar, hidup manusia itu sesungguhnya telah berlimpah dengan berkah, hanya saja seringkali kita saya lupa untuk mensyukuri serta menjaga dengan cara menggunakannya seperti Allah SWt kehendadaki.

Semoga cerita hikmah dari gigi diatas juga bermanfaat untuk Sahabat Rumah Hana. Terima kasih sudah mampir….

Show 2 Comments

2 Comments

  1. jadiii ungakapan lebih baik sakit gigi daripada sakit hati salah ya mak..
    mending sakit hati daripada sakit gigi, sakitnya gak ketulungan..aku sering banget sakit gigi karena bolong hiks

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *