Belajar Bahasa kedua? Why Not?

Beberapa hari terakhir, saya amati, si Kimpuy tercinta kok demen banget ngikutin lagu yang keinggris-inggrisan. Menurut saya mungkin karena bahasa Inggris lebih mudah untuk di ucap. Hanya terdiri dari satu suku kata. Contoh, untuk mengucap “sa-tu”, cukup dibaca “wan”; “ma-lam” cukup “nait” dan sebagianya.

Namun apakah ia siap untuk bahasa kedua? Entahlah. Iseng saya pun ngulik koleksi kliping dan buku parenting saya. Tak lupa tanya kepada mbah Google, kira-kira sudah bolehkah saya memberi ransangan untuk bahasa kedua? Bila ya, kira-kira metode apa yang tepat untuknya?

Dokter Mohammed A. Khalfan, dalam salah satu bukunya, “Anakku Bahagia, Anakku Sukses“, mengungkapaka, jika seorang anak hingga berusia sembilan tahun. memiliki kemampuan untuk menguasai tujuh bahasa yang berbeda. Karena memiliki kemampuan berbicara lebih dari satu bahasa merupakan aset sosio kultural yang berdimensi ekonomi tinggi. 

Dan seorang anak harus diarahkan untuk dapat menggapai aset penguasaan bahasa yang beragam dalam asa kanak-kanaknya. Beliau mengartikan bahwa orang tua si anak dianggap telah melakukan “kejahatan” terhadap anak, bila si anak belum menguasai aset keluarga wujud keberlanjutan sosial ini. Karena si Anak – saat memasuki masa dewasanya- tidak akan mempunyai kemampuan bersaing dalam bahasanya.

Dalam salah satu situs (1), saya menemukan grafik dibawah ini

belajar_bahasa-kedua-why-not
Sumber gambar dari dokteranakku.net

Ternyata periode emas bagi seorang anak belajar bahasa adalah pada usia 3 tahun pertama dan akan berakhir pada usia 6-7 tahun.Berdasar rujukan ilmu dari dokter Khalfan dan grafik di atas, saya menyimpulkan bahwa baik-baik saja mengajari anak bahasa kedua pada usia Hana yang keempat ini.

Namun, sebelum menetapkan hati untuk mengajak ia bicara bahasa lain, saya perlu mengamati dulu, apakah Hana sudah memenuhi standar umum penguasaan bahasa sesuai dengan usianya, yaitu menguasai 600-1000 bahasa.

Hasilnya, saya lihat Hana sudah cukup menguasai kriteria itu. Dan sekarang, tinggal bagaimana mengajarkan bahasa itu tanpa anak merasa terpaksa. Dari beberapa sumber, saran yang paling tepat untuk mengenalkan dua bahasa atau lebih adalah dengan menuliskan satu suku kata pada dua warna yang berbeda.

Gambar dari dokteranakku.net

Kalau untuk saya pribadi, karena Hana sudah terbiasa dengan perbedaan mana yang bahasa Indonesia dan mana yang bahasa inggris, maka setelah menempelkan stick note, saya biasa menyebutkan yang warna kuning bahasa Indonesia, yang pink bahasa Inggris.

Selain dengan sticky notes, saya juga menggunakan bantuan dari kartu memori benda (ga bermaksud promo lho ya…..)

Dalam mengajari anak bahasa kedua, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini
Perhatikan mood anak.

  • Lakukan dengan fun. 
  • Tidak membebaninya dengan target. 
  • Tidak memberi sanksi jika si kecil salah dalam mengucapakan bahasa kedua. 
  • Tidak meminta si kecil untuk mengucapakan bahasa dalam kalimat lengkap. 
  • Gunakan kosa kata yang sederhana, sesuai apa yang sudah anak pahami. 

So, let’s learn other languange. Ready? Go!!!!

Di tulis berdasarkan pengalaman pribadi dan dari beberapa sumber:

  • http://dokteranakku.net/articles/2012/12/perlukah-belajar-bahasa-asing-secara-dini-pada-anak.html
  • Khalfan, Mohammed A. (2003). Anakku Bahagia Anakku Sukses: Panduan Islami Bagi Orang Tua. Pustaka Zahra
Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *