Kemarin pagi, saya membaca satu post dari grup memasak di FB, curhatan seorang ibu yang merasa penghasilannya kurang. (btw, kadang aku nggak ngerti kenapa grup masak isinya juga curhatan, ya?)
Penghasilan keluaga tersebut Rp 4 juta, dengan rincian penggunaan, 1 juta untuk kontrak, yang tiga juta … buat apa ya, lupa je, ya pokoknya untuk kebutuhan sehari-hari lah. 😁 Tapi intinya si Ibu ini merasa jika penghasilan keluarganya kurang dan hidup jadi terasa sulit. Dia meminta saran dari para angota, apa yang bisa ia lakukan, karena suami nggak mau mencari tambahan penghasilan. Si Ibu sebetulnya ingin mencari tambahan penghasilan, tapi Beliau merasa sudah kelelahan mengurus rumah tangga dan anak.
Iseng, saya scrolling komentarnya dan … wow! Banyak menyebut si Ibu tidak bersyukur. Banyak yang berkata, “masih mending ibu, saya aja ….“, tanpa bertanya dimana Beliau tinggal, kebiasaan keluarganya, dan lain sebagainya.
Saat hidup terasa sulit, lengkapi syukur dengan usaha
Jujurly, saya kurang setuju sih, hanya mengatakan “bersyukur saja, masih mending …“, karena ya, itu tadi, kita nggak tahu kondisi Beliau yang sebenarnya. Misalnya saja, apakah Beliau punya tanggungan kewajiban dari keluarga besar, apakah ada kewajiban khusus sehingga pengeluarannya cukup besar, dan lain sebagainya.
Ingat,
Bagaimanapun, kita nggak bisa memaksakan sepatu kita pada orang lain bukan?
Apalagi si Ibu sebetulnya meminta saran, tidak sekedar penghakiman bahwa ia nggak bersyukur. Kita nggak tahu juga kan, sudah sejauh mana Beliau bersyukur, perjuangan Beliau mengatur pemasukan dan pengeluaran, juga sudah sejauh mana Beliau menerima keadaan?
Bagi saya pribadi, sebetulnya nggak masalah sih, jika ingin lebih, toh hidup nggak hanya saat ini; semakin besar anak, akan semakin banyak kebutuhan. Bagaimana jika anak sakit dan tidak ada biaya cadangan? Daripada ke pinjol, bukankah lebih baik mengusahakan punya dana cadangan sendiri?
Jadi, selain mengingatkan untuk lebih besyukur akan lebih jika kita juga memberikan solusi yang kira-kira dapat dilakukan si Ibu.
Kondisi saya sebetulnya mirip si Ibu, hanya memang saya beruntung sudah bisa menemukan jalan untuk mencari tambahan, plus suami nggak keberatan. Tapi dulu pun saya seperti itu, melihat suami yang nggak mau mencari tambahan, “hanya pasrah pada keadaan”, rasanya tuh, gemes-gemes gimana, gitu.😃 Padahal jelas kebutuhan sangat banyak, anak otw masuk sekolah formal, kontrakan rumah juga butuh dibayar, dan lain sebagainya.
Oya, saya taruh kalimat “hanya pasrah pada keadaan” dalam tanda kutip karena kepasrahan itu belakangan baru saya tahu sebabnya. Suami saya mudah banget ambruk kalau waktu istirahatnya kurang. Bagian pinggangnya juga terganggu, sehingga butuh istirahat lama setelah menggunakan sepeda motor meski hanya 1-2 jam.
Artikel terkait: Suamiku Bukan Donald Trumph
Begitulah, akhirnya saya memilih nggak meributkan lagi suami mau cari penghasilan tambahan atau enggak.Toh, kalau dia kerja, tapi ujung-ujungnya sakit, malah berabe, kan?
Dan berikut ini, beberapa hal yang saya lakukan, saat hidup terasa sulit, dan merasa perlu membuat beberapa perubahan dalam hidup.
Langkah membuat perubahan yang mungkin untuk dilakukan
Jika bicara perubahan, biasanya kita akan terbayang perubahan yang revolusioner, … BUMM! Langsung semua diubah. Tapi sayang, umumnya manusia bukan tipe-tipe goal getter atau seorang revolusioner. Umumnya kita lebih menyukai perubahan yang tidak terlalu drastis atau tidak terasa sebagai beban yang berat.
Sudah dari sananya juga kan, otak itu memang lebih menyukai kenyamanan?
Ada satu prinsip yang saya pegang saat membuat perubahan, yaitu
“Semua perubahan wajib tentang hal-hal yang ada dalam kendali saya.”
Jadi, saya nggak ngarep si Ayah yang akan menjadi agen perubahan, tapi saya sendirilah agennya.
Membuat perubahan pada hal-hal yang ada dalam kendali akan lebih mudah, kita juga akan menghemat energi. Kita nggak bisa mengatur cara berpikir orang lain, begitu juga cara mereka membuat keputusan. Jadi, bila memang menginginkan perubahan, pastikan dulu, perubahan tersebut ada dalam kendali kita.
Dan inilah langkah-langkah yang saya lakukan saat memulai membuat perubahan.
#1. Syukuri kondisi saat ini
#2. Petakan kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan
- Bagaimana Beliau menggunakan waktu sehari-hari
- Apakah benar waktu habis semata karena pekerjaan rumah tangga?
- Apakah semua pekerjaan rumah tangga benar-benar wajib selesai dalam satu hari, sehingga tidak ada waktu untuk kegiatan lainnya? Kebanyakan ibu sering terjebak pada hal seperti ini, rumah harus selalu kinclong, rapi jali seperti di Pinterest, sampai akhirnya merasa kelelahan sendiri.
Sering banget menemui masalah kayak gini rasanya udah berat banget bahkan hampir nyerah karena merasa ini gak bisa dihadapi. Tetapi, pada akhirnya kalau kita udah memutuskan dan menghadapinya dengan baik pasti akan berhasil dan itu gak sesulit yang kita bayangkan.
Supeeerrrr