Reportase Launching Buku “Menguak Konspirasi Global di Teluk Jakarta”

Setiap kali lihat berita tentang manajemen sebuah BUMN yang amburadul, ayah Hana selalu bilang, “Sudah, swasta-in aja.”

Sebagai orang yang tidak begitu mengerti juga peduli hal-hal semacam ini, biasanya saya mengaminkan pendapat si Ayah,

Tapi pandangan saya mulai berubah usai membaca buku “Menguak Konspirasi Global di Teluk Jakarta”. 
Aset negara yang berharga tersebut, ternyata sekarang sedang berada di ujung tanduk. Cerita di balik managemen Jakarta International Container Terminal ini, membuat pelabuhan tersebut terancam berpindah tangan ke tangan Asing.

Bermula dari krisis tahun 1997 yang berujung dengan pinjaman Indonesia pada IMF, satu-persatu perusahaan milik negara masuk dalam proyek privatisasi. Privatisasi ini merupakan salah satu syarat yang IMF berikan kepada Indonesia.

Salah satu bentuk privatisasi tersebut adalah perjanjian manajemen pelabuhan Tanjung Priok pada sebuah perusahaan Hongkong, Hutchinson Port Holding Group (HPH Group).

Perjanjian kontrak ini berlangsung selama 20 tahun, tepatnya di tahun 1999 hingga 2019. Tapi lucunya, kontrak antara PT. JICT dan HPH telah diperpanjang pada bulan Agustus 2017.

Bermula dari hal itulah, buku “Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta” lahir dari keprihatinan tersebut.

Launching buku “Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta”, sebuah cara untuk mengingatkan pemerintah

Ahmad Khoirul, penulis buku
“Menguak Konspirasi Global di Teluk Jakarta”

Selama kurun waktu 1999 hingga saat ini, para karyawan di PT JICT telah banyak belajar, Begitu  juga dengan rakyat Indonesia pada umumnya, saat ini sudah banyak yang mampu mengelola pelabuhan milik kita sendiri. Sudah selayaknya jika pengelolaan JICT dikembalikan kepada rakyat Indonesia.

Selain adanya indikasi cacat hukum, ada banyak temuan yang mencurigakan di balik perpanjangan kontrak manajemen JICT-Koja oleh HPH.

“Kami tertarik menulis buku Konspirasi Global Teluk Jakarta karena ini adalah isu global yg penting” tutur Ahmad Khoirul penulis buku ini, saat menceritakan latar belakang kepenulisan buku ini.

Indikasi penyimpangan perpanjangan kontrak JICT

Menurutnya, Sudah sewajarnya juga jika pengelolaaan aset aset negara harus dipegang anak bangsa. “Kita punya sejarah panjang dalam mengelola laut, kok sekarang kita tidak mengelola sendiri, kenapa harus oleh orang lain?”

Penulisan buku ini hanya butuh waktu satu bulan, dengan dua penulis satu di Jakarta, dan satu lagi di Surabaya. 
Meski buku ini dapat selesai hanya dalam waktu satu bulan, tapi tidak berarti prosesnya tanpa hambatan. 
“Bahan satu dus kami terima, kami melakukan riset dan wawancara,” ungkap Ahmad Khoirul sang Penulis buku. “Dan dalam prosesnya, kami menemui beberapa gangguan teror, PHK, bahkan kaca mobil Mas Nova ditembak”
Meskipun mendapat teror, namun mas Ahmad tidak pernah berniat mundur. menurutnya konspirasi di JICT telah merugikan negara hingga trilyunan rupiah; dan ini tidak boleh dibiarkan. 

Pendapat akademisi tentang buku “Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta”

Dr. Aris Arif Mudayat dan Dr. Ari Sujito

Acara peluncuran buku yang diadakan di Sanggar Maos Yogya ini, dihadiri juga oleh praktisi akademisi seperti Dr. Ari Sujito (Sosiolog UGM), dan Dr. Aris Arif Mudayat, juga Ketua Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia, Nova Sofyan Hakim, dan ketua SP JICT Firman,

Sementara menurut Dr. Ari Sujito, JICT termasuk BUMN yang berprestasi. Salah satu buktinya JICT telah memperoleh gelar sebagai terminal peti kemas terbaik se-Asia Pasifik sebanyak 4x. Tapi

“Bagaimana bisa BUMN yang sarat prestasi, serapan tenaga kerjanya besar, sahamnya malah dikuasai asing?” 

Menurut Dr. Ari, struktur kekuasaan dalam politik BUMN harus diperjelas, pejabatnya perlu direformasi, serta dibersihkan dari praktek politik dan ekonomi kotor.

Dr. Ari juga menilai, ada suatu kecenderungan yang berkembang di masyarakat kita, yaitu rakyat telah kehilangan kendali atas politik dan ekonomi. Mengingat pentingnya isu ini, Beliau mengusulkan agar SP JICT, -sebagai pembawa pesan melawan konspirasi global di Teluk Jakarta,- harus bertemu dengan Bapak Jokowi .

Bagaimanapun juga kemaritiman dan potensi laut Indonesia, bisa menjadi salah satu bentuk kemandirian kita.

Tidak berbeda jauh dengan Dr. Ari, Dr. Aris Arif Mundayat (namanya mirip 😊) yang merupakan dosen UNHAN berkata, bahwa ekonomi bisa memperkuat ketahanan negara.

“Seperti kita semua tahu, jika arus perdagangan Laut Cina Selatan sangat padat. Ditambah dengan telah dibangunnya pelabuhan di Indonesia Timur selama pemerintahan Jokowi ini; maka potensi ekonomi Indonesia kini semakin besar. Karena itulah, pengelolaan pelabuhan sewajarnya 52% dimiliki oleh Indonesia, bukan malah sebaliknya” (saat ini JICT hanya menguasai 48,9% sementara HPH menguasai  51% saham JICT dan TPK Koja). 

Meletakkan saham dengan porsi yang terbalik (indonesia lebih kecil dibanding investasi asing) sangat berpotensi menurunkan kedaulatan dan otoritas negara. Apalagi saat ini generasi precarius (generasi yang sangat tergantung pada faktor luar) kini semakin meningkat. Tentu saja ini sangat mempengaruhi pola pertumbuhan ekonomi.

Salah satu contohnya, import gandum. Di tahun 2018 ini, import gandum kita telah mencapai 8 ton. Wajar jika nilai rupiah sekarang semakin turun.

Menyinggung sedikit perjuangan SP JICT, Dr. Aris berpendapat Serikat Pekerja merupakan organisasi yang sangat rentan tekanan dan intimidasi. Karena itu harus dijaga dari kelompok generasi precarius yang sangat tergantung dengan kemampuan asing.

Mengambil contoh apa yang telah dilakukan RJ Lino saat menerbitkan global bond senilai Rp20,8 T. Ia mengajukan syarat perpanjangan kontrak JICT-Koja. Padahal pelabuhan dapat menjadi kerangka ekonomi yang sangat besar.

Suasana diskusi pada launching buku
“Menguak Konspirasi Global di Teluk Jakarta”

Karena itu Beliau berharap agar Serikat Pekerja seprti SP JICT sebaiknya juga bekerjasama dengan para stakeholder, namun tetap mandiri berdiri sendiri, tanpa afiliasi dengan apapun.

Dr. Aris Arif Mudayat menyambut baik terbitnya buku “Menguak Konspirasi Global di Teluk Jakarta”. “Buku ini adalah momentum tepat untuk SP JICT. Saya mendukung penuh perjuangan SP JICT,” kata Dr Aris menutup presentasinya.

Tekad SP JICT untuk terus maju memperjuangkan Teluk Jakarta

Seperti yang pernah saya ceritakan pada post “Pekerjaan Utama Seharusnya Tidak Menjadi Porsi Pekerja Kontrak“, SP JICT kini tengah memperjuangkan banyak karyawan yang diputus kontraknya meski telah bekerja lebih dari 20 tahun.

Namun perjuangan SP JICT sejatinyalah tidak hanya tentang pekerja. Apa yang dikupas dalam buku ini juga salah satunya.

Karena itu  dalam sambutannya di acara launching buku kemarin, ketua SP JICT berkata jika SP JICT akan mengadakan roadshow ke banyak kota di Indonesia. SP JICT ingin rakyat Indonesia tahu, jika pelabuhan adalah salah satu simbol kedaulatan ekonomi bangsa. Dan sudah sewajarnya jika dikelola oleh anak bangsa sendiri.

“SP JICT tidak anti investasi asing. Tapi kami ingin pelabuhan dikelola oleh bangsa Indonesia sendiri.” 

Sekarang saya tidak berani lagi mengamini pendapat si Ayah. Jika memang ada sebuah BUMN yang tidak baik menajemennya, reformasilah yang seharusnya menjadi solusi, bukan malah di swastakan. Ngeri kan kalau akhirnya berakhir seperti JICT-Koja ini?

Oya, untuk sahabat RPB yang ingin tahu lebih banyak bisa mengikuti launching buku ini di Jakarta, tepatnya pada tanggal 30 Agustus nanti.

Reportase on the spot: Kiki Handriyani (Twitter: @kikipenulis)
Referensi dan foto: Kiki Handriyani kecuali foto utama, sumber pexels.com, edited rahayupawitriblog.com

Show 2 Comments

2 Comments

  1. SEmoga saja masalahnya bisa selesai dengan baik, dan tidak ada pihak yang dirugikan ya… Mantap ulasannya kelas berat nih

  2. Aamiin… Pokoknya jangan sampai JICT lepas ke asing deh he he he

    Mas Hendra bisa saja. Mas Hendra tulisannya juga keren kok

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *