Dua orang ibu berdiri mengobrol di teras sebuah sekolah bimbingan membaca
A: “Aduh, aku masih satu tahun lagi, ni, disini”
B: “Oya, … Memangnya usia si “C” sekarang berapa?
A: “Aku kan mau masukin dia ke TK dulu, untuk penyesuaian…”
B: “Ah, buang-buang duit saja. Lihat-lihat saja anaknya, kalo memang dia bisa menyesuaikan, ngapain ke TK.”
A: “Mau bapaknya C gitu … Dan aku kayaknya juga lebih tenang kalo dia TK dulu, biar biasa campur sama anak-anak banyak gitu.”
B: “Ah, ya udah, kalo gitu, aku ikut senang kalo kamu juga senang.”
Deg, ah, obrolan dua ibu menyindir saya.
Betapa sebagai perempuan, istri, ibu, anggota masyarakat sosial (#halah), saya seringkali bertingkah, berkomentar yang tidak seharusnya.
Well, nobody ever know what will be happened, before they’re fitting in others shoes, right?
Jadi, kalo ada kawan yang memutuskan untuk tetap bekerja usai melahirkan, seharusnya saya berkata,
Atau malah ketika ia memutuskan berhenti dari kerja nine to five-nya, saya cukup berkomentar
Lalu ketika ada kawan beda pengasuhan dengan saya, maka yang harus saya katakan adalah
Dan saat seorang kawan terbit buku, karya dimuat di media, menang lomba tertentu, maka wajib saya berkata
Semudah itu, sesederhana itu
Semoga lain kali, saya tidak lupa untuk cukup mengatakan kalimat sederhana itu
selalu ingin menjadi manusia yang lebih baik, itu yg terbaik. Salam kenal mba.. blog nya udah saya follow 🙂
Betul, mbak Santi. menurut saya dengan menjadi lebih baik, juga akan membuat hidup kita lebih nyaman.
Terima kasih telah bersedia mampir, dan untuk follow-nya juga 🙂
Ikut merasa bahagia dengan keputusan orang juga menjadi awal bagi kebahagiaan diri sendiri ya mbak 🙂
iya, mbak, dan bagi saya juga mencegah untuk tidak nyinyir dengan keputusan orang lain he he he
saya juga senang mbak bisa berkunjung kemari 🙂
salam kenal mbak rahayu
Alhamdulillah, … salam kenal juga mbakyu.
Wah, baru mampir nih. Memang betul, bisa berbahagia di atas kebahagiaan orang lain itu (seharusnya) membahagiakan.
Horee … selamat datang kerumahku mbak. Terima kasih.
Iya, memang seharusnya membahagiakan, saya sedang belajar tulus untuk itu. menepis nyinyir yang nempel di hati tu susyeehhhnyeee…