PR sekolah, yang Menyebalkan, yang Dibutuhkan

prsekolah_rahayupawitri
PR sekolah, bisa dipastikan tidak semua orang menyukainya.
Sayangnya, suka atau tidak PR tetap harus dikerjakan.
Berikut 6 cara agar anak paham dan merasakan manfaat PR

Saya nggak bisa nahan untuk tidak nyengir saat dengar tetangga marah-marah karena anaknya lupa mengerjakan PR. Si emak rupanya dapat info dari teman sekelas anaknya, jika ada tugas yang harus diselesaikan di hari tersebut.

Si anak, yang sudah duduk di bangku sekolah menengah pertama, ini menjawab dengan gumaman yang tidak jelas dan sukses bikin emaknya semakin merepet.
Jujur saja, selain si Mei-mei, siapa sih yang suka dengan PR sekolah?

PR sekolah identik dengan sesuatu yang membosankan, bikin capek, bikin nggak bisa main, apa saja yang pokoknya nggak enak.

Disatu sisi, sebagai orangtua kita juga tahu jika PR sekolah juga membantu anak kita memahami pelajaran, “memaksa” anak untuk sejenak duduk dan ingat akan tanggung jawabnya sebagai pelajar (ngaku aja deh, seberapa sering kita tanya “Ada PR nggak?” saat anak pulang sekolah 😀 ).

Jadi, bagaimanakah sebaiknya agar anak tidak lagi merasa terbeban dengan PR sekolah?

Agar PR sekolah tak menjadi beban

Sedari seneng ngajar, saya selalu berusaha mencari cara bagaimana agar proses belajar itu menyenangkan, tentu saja PR sekolah ada di dalamnya.

Karena itu saya sering mengamati bagaimana reaksi anak saat mengerjakan PR, disuruh mengerjakan PR, atau malah sekedar dengar kata “PR” dari guru sekolah atau lesnya.

Pengalaman saya semakin luas saat Hana masuk ke sebuah bimbingan belajar membaca dan menulis. Disana saya sering berdiskusi dan ngobrol dengan pembimbing tentang pendidikan anak, termasuk diantaranya PR.

Dari semua itu, saya sedikit mendapat kesimpulan jika ada beberapa hal yang bisa orangtua lakukan agar anak tidak merasa PR menjadi beban dirinya, melainkan sebagai salah satu cara ia belajar dan memahami pelajaran.

Dan berikut ini, cara agar PR sekolah tidak menjadi beban untuk anak

#1 Berikan durasi yang tepat untuk mengerjakan PR

Menurut beberapa situs edukasi yang pernah saya kunjungi, durasi terbaik untuk anak mengerjakan PR adalah 10-20 menit. Durasi tersebut dianggap cukup untuk anak guna mengulang dan memahami apa yang mereka dapat di kelas.

#2 Ijinkan anak menentukan jam mengerjakan PR sekolah

Sesungguhnya, tidak ada waktu pasti kapan sebaiknya anak mengerjakan PR. Kapan saja anak mau, tidak masalah. Yang penting ia sudah istirahat, tidak dalam kondisi lapar atau lelah fisik.

Poin utamanya adalah membiasakan anak dengan rutinitas belajar. Jadi daripada strict dengan aturan jam mengerjakan PR, lebih baik fokus pada cara anak memiliki rutinitas belajar.

#3 Jangan enggan konsultasi dengan guru

Anak kadang enggan mengerjakan PR karena ia merasa tugasnya sulit atau terlalu banyak. Kesulitan anak bisa bermula dari PR yang ia terima tidaklah cocok untuk usianya (misal, anak 7 tahun tapi sudah mengerjakan PR essay).

Jika ini yang terjadi, cobalah konsultasikan dengan guru, apa cara terbaik untuk membantunya memahami soal-soal dalam PR-nya.

Bila rasa enggan anak dipicu karena banyaknya soal yang harus ia selesaikan, coba tanyakan apakah mungkin PR-nya dikurangi, atau paling tidak, tidak dikumpulkan dalam satu hari.

#4 Amati gaya belajar anak

Cara lain yang bisa dicoba adalah dengan mengamati gaya belajarnya. Anak-anak tipe visual mungkin sudah paham saat berkata “pemandangan”. Beda halnya dengan si auditori, ia akan mudah mengingat arti pemandangan melalui lagu “Desaku”. Begitu juga si kinestetik, ia akan mengingat arti “pemandangan” ketika turut dalam acara field trip.

Jadi, beda anak, memang beda gaya belajarnya. Dan tugas orangtua untuk mengidentifikasi, sekaligus mencari alternatif cara belajar yang sesuai untuk anak.

#5 Ajari anak prioritas dan jadwal kegiatan

Sekali lagi, ini tidak berarti anak harus mengerjakan hal yang sama pada waktu yang sama; tapi lebih mengenalkan anak pad prioritas.

Saat PR sekolah banyak, jenis kegiatan mana yang hendak ia kurangi. Atau jika tidak mungkin, kegiatan mana yang bisa dilakukan nanti dan mana yang harus dilakukan sekarang juga.

Jika prioritas sudah ditentukan, tentu membuat dan menjalankan jadwal akan lebih mudah bukan?

#6 Jangan beri PR dengan target nilai

Mengkhawatirkan ibu atau ayah yang akan marah jika nilai PR dibawah rata-rata kelas, bukalah hal yang menyenangkan. Rasa kahawatir anak ini bisa menjadi beban untuknya, sekaligus membuatnya kesulitan saat mengerjakan PR. 
Seperti disebutkan diatas, gaya belajar anak berbeda-beda; karena itu menargetkan nilai untuk PR sekolah bukanlah hal yang bijak. Alih-alih anak bersemangat bisa jadi ia malah down, dan malas mengerjakan PR. Lebih buruk lagi, jika ia melakukan segala cara agar mendapat nilai sempurna; entah dengan mencotek, memaksa si juara kelas mengerjakan PR, dan masih banyak lagi.

Jadi, bijaklah. PR sekolah tidak hanya tentang nilai/ grade. Ada nilai tanggung jawab, membiasakan gigih mencapai tujuan, juga kejujuran dibalik sebuah tugas sekolah bernama PR.

Bukankah kita mengirim mereka ke sekolah untuk belajar menjadi pribadi lebih baik? Karena itu jangan targetkan nilai untuk PR sekolah anak.

Gitu deh, 6 trik supaya PR sekolah anak tidak terlalu menjadi beban untuknya. Moga bermanfaat, ya…

Show 7 Comments

7 Comments

  1. Wah, patut nih kukasih tau sama Kakakku yg punya dua anak, dua-duanya lagi masa2 suka maen, susah disuruh ngerjain pr katanya.
    Thanks udah sharing mak ๐Ÿ˜€

  2. Ha ha ha males ya? Ya, emang si Mei-mei doang si yang suka PR.

  3. Kalau anak saya suka lupa kalau ada pr dan baru ngomong ada pr pas mau berangkat sekolah akhirnya ngambek deh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *